banner image

HUKUM ZIKIR SIRR, JIHAR DAN BERJAMA’AH SERTA DALIL-DALILNYA


Oleh : Tgk Nazaruddin Zakaria


بسم الله الر حمن الر حيم  
الحمدلله وكفى . وسلام على عبادة الذين اصطفى
HUKUM ZIKIR SIRR, JIHAR DAN BERJAMA’AH SERTA DALIL-DALILNYA[1]
سألت أكرمك الله عما اعتاده السادة الصوفية من عقد حلق[2] الذكر والجهر به في المساجد ورفع الصوت بالتهليل وهل ذلك مكروه أولا ؟
Aku bertanya kepadamu, semoga Allah swt memuliakanmu (Syaikh ‘Allamah As-Sayuthi), tentang tradisi pemuka-pemuka ulama sufi: mengadakan halaqah dan mengeraskan suara zikir dalam mesjid serta mengangkat suara  tahlil, apakah semua itu makruh atau tidak?”
الجواب : أنه لا كراهة في شيء من ذلك ، وقد وردت أحاديث تقتضي استحباب الجهر بالذكر ، وأحاديث تقتضي استحباب الإسرار به ، والجمع بينهما أن ذلك يختلف باختلاف الأحوال والأشخاص كما جمع النووي بمثل ذلك بين الأحاديث الواردة باستحباب الجهر بقراءة القرآن ) والأحاديث(  الواردة باستحباب الإسرار بها وها أنا أبين ذلك فصلاً فصلاً
Beliau  (Syaikh ‘Allamah As-Sayuthi) menjawab:
Sesungguhnya semua itu tidak ada satupun yang makruh ! Sesungguhnya banyak datang hadits yang menunjukkan sunat menyaringkan suara zikir dan banyak pula hadits yang menganjurkan sirr, sehingga perlu dijama’ (dikompromikan), bahwa terjadi perbedaan itu (nash jihar dan sir) dikarenakan perbedaan kondisi dan pribadi. Hal yang sama juga dilakukan Nawawi, menjama’ antara hadits-hadits tentang sunat jihar dan sirr membaca Al-Quran. Begitulah. Sekarang aku akan menjelaskan tentang mengeraskan suara zikir sejelas-jelasnya.
ذكر الأحاديث الدالة على استحباب الجهر بالذكر تصريحاً أو التزاماً
Lalu beliau menyebut hadits-hadits yang menunjuk disunatkannya mengeraskan suara zikir, baik shareh (secara langsung) atau iltizam (secara tersirat).
الحديث الأول : أخرج البخاري عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم : ( يقول الله : أنا عند ظن عبدي بي وأنا معه إذا ذكرني فإن ذكرني في نفسه ذكرته في نفسي وإن ذكرني في ملا[3] ذكرته في ملا خير منه ) والذكر في الملاً لا يكون إلا عن جهر
HADITS KE- 1.
Bukhari mengeluarkan dari Abu Hurairah berkata: ‘berkata Rasulullah saw: ‘berkata Allah swt: “Aku menurut sangkaan hambaKu kepadaKu, Aku bersamanya bila dia menyebutKu. Kalau dia menyebutKu dalam dirinya (siir) Akupun menyebut dia dalam diriKu (siir). Dan bila dia menyebutKu dalam sebuah jama’ah, Akupun menyebut dia dalam jama’ah yang lebih baik (banyak) dari jama’ah dia . ( Syaikh mengomentari hadits ini :”zikir dalam jama’ah tidak lain selain jihar”).
الحديث الثاني : أخرج البزار ، والحاكم في المستدرك وصححه عن جابر قال : ( خرج علينا النبي صلى الله عليه وسلّم فقال : ( يا أيها الناس إن لله سراياً[4] من الملائكة تحل وتقف[5] على مجالس الذكر في الأرض فارتعوا في رياض الجنة ) ، قالوا : وأين رياض الجنة ؟ قال : ( مجالس الذكر فاغدوا وروحوا[6] في ذكر الله )
HADITS KE-2.
Al-Bazzar dan Hakim mengeluarkan dalam Mustadrak sekaligus mentashhihkannya dari Jabir berkata: Rasulullah saw muncul kepada kami, lalu beliau berkata: “Wahai, manusia, sesungguhnya Allah swt punya Malaikat Saraya (terbang malam) yang berhenti pada majelis-majelis zikir di bumi. (Karena itu), maka ramaikanlah ‘kebun surga’.” Sahabat bertanya: “Dimana kebun surga?”. Beliau menjawab: ”majelis-majelis zikir, hendaknya kalian selalu menyebut Allah swt pagi dan petang”.
الحديث الثالث : أخرج مسلم ، والحاكم واللفظ له عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم : ( إن لله ملائكة سيارة وفضلاء يلتمسون[7] مجالس الذكر في الأرض فإذا أتوا على مجلس ذكر حف[8] بعضهم بعضاً بأجنحتهم إلى السماء فيقول الله : من أين جئتم ؟ فيقولون جئنا من عند عبادك يسبحونك ويكبرونك ويحمدونك ويهللونك ويسألونك ويستجيرونك ، فيقول : ما يسألون وهو أعلم ؟ فيقولون : يسألونك الجنة ، فيقول : وهل رأوها ؟ فيقولون : لا يا رب ، فيقول : فكيف لو رأوها ؟ ثم يقول : ومم يستجيروني وهو أعلم بهم ؟ فيقولون من النار ، فيقول : وهل رأوها فيقولون لا ، فيقول : فكيف لو رأوها ، ثم يقول : أشهدوا أني قد غفرت لهم وأعطيتهم ما سألوني وأجرتهم مما استجاروني ، فيقولون : ربنا إنا فيهم عبداً خطاء جلس إليهم وليس منهم ، فيقول : وهو أيضاً قد غفرت له هم القوم لا يشقي بهم جليسهم )
HADITS KE-3.
Muslem dan Hakim mengeluarkan dengan lafadh Hakim dari Abu Hurairah berkata: berkata Rasulullah saw:”Sesungguhnya Allah swt  punya Malaikat Sayyarah (pejalan malam) yang utama yang mencari majelis-majelis zikir. Bila mereka mendatangi dan menemukannya segera mengepak sayap terbang ke langit. Allah swt bertanya:”Darimana kalian?”. Mereka menjawab:”Dari sisi hambaMu yang sedang bertasbih, bertakbir, bertahmid, bertahlil,  berdoa  dan meminta dijauhkan”. Lalu Allah swt bertanya lagi:”Apa yang mereka minta?” (Allah swt lebih tahu segalanya). Malaikat menjawab:”SurgaMu”. Allah swt bertanya:”Pernahkah mereka melihat Surga?”. “Tidak, ya, Rabbi”. Allah bertanya:”Bagaimana kalau mereka pernah melihat?”. Selanjutnya Allah swt bertanya lagi:”Dari apa mereka minta dijauhkan?” (Allah mahatahu segalanya tentang mereka). Malaikat menyahut:”Dari neraka!” “Pernahkah mereka melihat neraka”. Malaikat:”Belum”. “Bagaimana kalau mereka pernah melihatnya” tanya Allah swt lagi. Kemudian, Allah swt  berfirman:”Saksikanlah, sesungguhnya  aku telah mengampuni mereka, memberi apa yang mereka minta padaKu, menjaukan dari apa yang mereka minta dijauhkan kepadaKu. Malaikat mengatakan :”Tapi, dalam kalangan mereka ada seorang hamba berdosa ,dia bukan bagian mereka”. Allah swt  menjawab:”Dia juga telah Kuampuni, karena kaum itu tidak mencelakakan orang-orang yang duduk bersama mereka”.
الحديث الرابع : أخرج مسلم ، والترمذي عن أبي هريرة ، وأبي سعيد الخدري رضي الله تعالى عنهماقال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم:(مامن قوم يذكرون الله إلا حفتهم[9] الملائكة وغشيتهم الرحمة ونزلت عليهم السكينة وذكرهم الله فيمن عنده )
HADITS KE-4.
Muslem dan Tarmizi mengeluarkan dari Abu Hurairah dan Abu Said Al-Khudri ra berkata: berkata Rasulullah:”Tidaklah suatu kaum yang berzikir kepada Allah swt melainkan dikelilingi para Malaikat, dilimpahkan rahmat,  diturunkan ‘sakinah’(ketenangan jiwa) kepada mereka serta Allah swt menyebut-nyebut[10] mereka kepada siapa saja yang berada disisiNya”.
الحديث الخامس : أخرج مسلم ، والترمذي عن معاوية : ( أن النبي صلى الله عليه وسلّم خرج على حلقة من أصحابه فقال : ما يجلسكم ؟ قالوا : جلسنا نذكر الله ونحمده ، فقال : ( إنه أتاني جبريل فأخبرني أن الله يباهي بكم الملائكة )
HADITS KE-5.
Muslem dan Tarmizi mengeluarkan dari Mu’awiyah: Sesungguhnya Nabi saw keluar kepada satu halaqah zikir sahabat, lalu bertanya:”Mengapa kalian duduk-duduk?”. Mereka menjawab:”Kami duduk untuk berzikir dan memuji Allah swt”. Beliau berkata:”Sesungguhnya Jibril as baru saja datang dan memberikan tahukan, bahwa Allah swt membanggakan kalian kepada para Malaikat”.
الحديث السادس : أخرج الحاكم وصححه ، والبيهقي في شعب الإيمان عن أبي سعيد الخدري قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم : ( أكثروا ذكر الله حتى يقولوا مجنون )
HADITS KE-6.                                                                                                                                    
Hakim mengeluarkan sekaligus mentashihkannya dan Baihaqi dalam ‘Sya’bil iman’ dari Abu Sa’id Al-Khudri berkata: berkata Rasulullah:”Perbanyakkanlah zikir sehingga mereka (munafiq) mengatakan kalian ‘orang gila’.
الحديث السابع : أخرج البيهقي في شعب الإيمان عن أبي الجوزاء رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم : ( أكثروا ذكر الله حتى يقول المنافقون إنكم مراؤون ) مرسل ، ووجه الدلالة من هذا والذي قبله أن ذلك إنما يقال عند الجهر دون الإسرار
HADITS KE-7.
Baihaqy mengeluarkan dalam ‘sya’bil iman’ dari Abu Jauzak ra berkata: berkata Rasulullah saw:”Perbanyakkanlah zikir kepada Allah swt sampai orang-orang munafiq mengatakan: ‘kalian gila!” Hadits Mursal. Cara penunjukan (pendalilan) hadits ini dan sebelumnya, bahwa itu semua hanya mungkin dikatakan pada zikir jihar bukan sirr.[11]
الحديث الثامن : أخرج البيهقي عن أنس قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم : ( إذا مررتم برياض الجنة فارتعوا ) قالوا : يا رسول الله وما رياض الجنة ؟ قال : ( حلق الذكر )
HADITS KE-8.
Baihaqi mengeluarkan dari Anas ra berkata: berkata Rasulullah saw:”Bila kalian melewati (menemukan) kebun surga ramaikanlah dia”. Sahabat bertanya:”Ya, Rasulullah saw, mana kebun surga?” Beliau menjawab:” halaqah-halaqah (jama’ah) zikir!”
الحديث التاسع : أخرج بقي بن مخلد عن عبد الله بن عمرو : ( أن النبي صلى الله عليه وسلّم مر بمجلسين أحد المجلسين يدعون الله ويرغبون إليه والآخر يعلمون العلم فقال : ( كلا المجلسين خير وأحدهما أفضل من الآخر )
HADITS KE-9.
Baqi bin Makhlad mengeluarkan dari Abdullah bin Umar ra: Sesungguhnya Nabi melewati dua majelis, salah satunya mereka menyeru (zikir) dan mengagungkan Allah swt, satunya lagi mengajarkan ilmu. Beliau berkata:’kedua-duanya baik, tapi salah satunya lebih baik!’
الحديث العاشر : أخرج البيهقي عن عبد الله بن مغفل قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم : ( ما من قوم اجتمعوا يذكرون الله إلا ناداهم مناد من السماء قوموا مغفوراً لكم قد بدلت سيئاتكم حسنات )
HADITS KE-10.
Baihaqy mengeluarkan dari Abdullah bin Mughaffal berkata: berkata Rasulullah saw: “Tidaklah kaum yang berkumpul berzikir kepada Allah swt kecuali mereka dipanggil para pemanggil dari langit:’bangunlah kalian dalam keadaan diampuni, sungguh dosa-dosa kalian telah digantikan dengan kebaikan”.
الحديث الحادي عشر : أخرج البيهقي عن أبي سعد الخدري عن النبي صلى الله عليه وسلّم قال : ( يقول الرب تعالى يوم القيامة : سيعلم أهل الجمع اليوم من أهل الكرم فقيل ومن أهل الكرم يا رسول الله ؟ قال : مجالس الذكر في المساجد )
HADITS KE-11
Baihaqi mengeluarkan dari Abu Said Al-Khudri dari Nabi saw berkata: berkatalah Rabb swt pada hari kiamat nanti:”Orang-orang yang dikumpulkan pada hari ini (kiamat) akan tahu siapakah orang-orang mulia”. Rasulullah saw ditanya: “Siapakah orang-orang mulia, ya, Rasulullah?” Dijawab:”majelis-majelis zikir dalam mesjid”!
الحديث الثاني عشر : أخرج البيهقي عن ابن مسعود قال : إن الجبل لينادي الجبل باسمه يا فلان هل مر بك اليوم لله ذاكر ؟ فإن قال نعم استبشر ثم قرأ عبد الله : ) لقد جئتم شيئاً إذاً تكاد السموات يتفطرن منه[12] ( الآية وقال : أيسمعون الزور ولا يسمعون الخير ؟
HADITS KE-12.
Baihaqi mengeluarkan dari Ibnu Mas’ud berkata:”Sesungguhnya gunung memanggil gunung lainnya dengan namanya dan bertanya:’apakah hari ini kamu sudah dilewati penzikir?’ Bila dijawab:’sudah’, mereka merasa senang sekali. Lalu Abdullah membaca ayat: “(perkataan gunung) sungguh-sungguh kalian telah mendatangkan ‘idda’(kemungkaran sangat besar), sehingga hampir-hampir langit pecah berkeping-keping”. Beliau berkomentar:”Apakah mereka (gunung) hanya mendengar kemungkaran, dan tidak mendengar kebaikan?”
الحديث الثالث عشر : أخرج ابن جرير في تفسيره عن ابن عباس في قوله : فما بكت عليهم السماء والأرض قال : إن المؤمن إذا مات بكى عليه من الأرض الموضع الذي كان يصلي فيه ويذكر الله فيه ، وأخرج ابن أبي الدنيا عن أبي عبيد قال : إن المؤمن إذا مات نادت بقاع الأرض عبد الله المؤمن مات فتبكي عليه الأرض والسماء فيقول الرحمن : ما يبكيكما على عبدي ؟ فيقول ربنا لم يمش في ناحية منا قط إلا وهو يذكرك . وجه الدلالة من ذلك أن سماع الجبال والأرض للذكر لا يكون إلا عن الجهر به .
HADITS KE-13.
Ibnu jarir mengeluarkan dalam Tafsirnya dari Ibnu Abbas pada firman Allah swt: ’maka tidaklah langit dan bumi menangis atas mereka’, Nabi bersabda:”Bila seorang mukmin mati menangislah bumi tempat dia shalat dan berzikir”. Ibnu Abu Ad-Dunya mengeluarkan dari Abu ‘Abid berkata:”Sesungguhnya bila mati seorang mukmin menyerulah bongkahan bumi:”Seorang hamba Allah swt yang mukmin telah mati! Maka, menangislah seluruh bumi dan langit. Lalu Ar-Rahman swt berfirman:”Mengapa kalian menangais atas hambaKu?”. Langit-bumi menjawab:”Ya, Tuhan kami, tidaklah dia berjalan di satu daerah kami kecuali dia selalu berzikir kepadaMu”. Cara pendalilan dalam hadits adalah ‘dengarnya gunung dan bumi akan zikir itu tidak lain melainkan karena zikir itu memang dijiharkan’..
الحديث الرابع عشر : أخرج البزار ، والبيهقي بسند صحيح عن ابن عباس قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم  ( قال الله تعالى : عبدي إذا ذكرتني خالياً ذكرتك خالياً ، وإن ذكرتني في ملأ ذكرتك في ملأ خير منهم وأكثر )
HADITS KE-14.                                                                                                                                  
Al-Bazzar dan Baihaqi mengeluarkan dengan sanad shaheh dari Ibnu ‘Abbas berkata: berkata Rasulullah saw: berfirman Allah swt:” Wahai, hambaKu, bila kamu menyebut Aku dalam kesunyian Aku menyebut kamu dalam kesunyian pula. Dan bila kamu sebut Aku dalam ‘mala’ (jama’ah) Akupun menyebut kamu dalam satu jama’ah, tapi lebih baik dan lebih banyak”.
الحديث الخامس عشر : أخرج البيهقي عن زيد بن أسلم قال : قال ابن الأدرع : ( انطلقت مع النبي صلى الله عليه وسلّم ليلة فمر برجل في المسجد يرفع صوته قلت : يا رسول الله عسى أن يكون هذا مرائياً ؟ قال : ( لا ولكنه أواه[13] ) وأخرج البيهقي عن عقبة بن عامر : ( أن رسول الله صلى الله عليه وسلّم قال لرجل يقال له ذو البجادين ، إنه أواه وذلك أنه كان يذكر الله ) وأخرج البيهقي عن جابر بن عبد الله أن رجلاً كان يرفع صوته بالذكر فقال رجل : لو أن هذا خفض من صوته فقال رسول الله صلى الله عليه وسلّم : ( دعه فإنه أواه(
HADITS KE-15.
Baihaqi mengeluarkan dari Zaid bin Aslam berkata: berkata Ibnu Adra’: ‘Suatu malam aku pergi bersama Rasulullah saw, lalu beliau melewati seorang lelaki dalam mesjid yang sedang mengangkat suaranya tinggi-tinggi. Aku (Ibnu Adra’) berkata:”Barangkali lelaki ini sedang riya (memperlihatkan ibadahnya)?” Biliau menjawab:”Bukan, tapi sedang berdoa dan mengadu”. Baihaqi pula mengeluarkan dari ‘Uqbah bin ‘Amir: bahwa Rasulullah saw bersabda kepada seorang lelaki yang bernama Dzul Bajjadain: “sesungguhnya dia banyak  berdoa dan mengadu, itu semua karena dia selalu berzikir”. Baihaqi juga mengeluarkan dari Jabir bin Abdullah, bahwa seorang lelaki kerap sekali mengangkat suara zikirnya, sehingga lelaki lain berkata” seandainya orang ini merendahkan suaranya”. Rasulullah saw menjawab:”biarkanlah dia, sesungguhnya dia sedang banyak berdoa dan mengadu”.
الحديث السادس عشر : أخرج الحاكم عن شداد بن أوس قال : ( إنا لعند النبي صلى الله عليه وسلّم إذ قال : ارفعوا أيديكم فقولوا لا إله إلا الله ففعلنا فقال رسول الله صلى الله عليه وسلّم : ( اللهم إنك بعثتني بهذه الكلمة وأمرتني بها ووعدتني عليها الجنة إنك لا تخلف الميعاد ثم قال : أبشروا فإن الله قد غفر لكم )
HADITS KE-16.                                                                                                                                  
Hakim mengeluarkan dari Saddad bin Aus berkata: sesungguhnya kami sedang berada disisi Rasulullah saw ketika beliau bersabda:”Angkatlah tangan kalian dan mengucaplah    ‘ لا إله إلا الله , maka kami kerjakan perintah beliau. Lalu sabdanya pula:”Ya, Allah swt, sesungguhnya Engkau utus aku karena ‘kalimat’ ini, Engkau perintahkan aku juga karena dia, Engkau janjikan aku surga atasnya pula, sesungguhnya Engkau tidak akan menyelisihi janji”. Kemudian beliau bersabda pula kepada para sahabat :”Bergembiralah kalian, karena sesungguhnya Allah swt telah mengampuni kalian semua”.
الحديث السابع عشر : أخرج البزار عن أنس عن النبي صلى الله عليه وسلّم قال : ( إن لله سيارة من الملائكة يطلبون حلق الذكر فإذا أتوا عليهم حفوا بهم فيقول الله تعالى : غشوهم برحمتي فهم الجلساء لا يشقى بهم جليسهم )
HADITS KE-17.
Al-Bazzar mengeluarkan dari Anas ra dari Nabi saw berkata:”Sesungguhnya Allah swt punya Malaikat Sayyarah (pengontrol malam) yang mencari halaqah-halaqah zikir. Dan bila mereka menemukan dan mendatanginya mereka mengelilingi tempat-tempat tersebut, Lalu firman Allah swt:” Naungi mereka dengan rahmatKu, mereka adalah orang-orang yang duduk yang tidak mencelakakan pendatang yang duduk kepada mereka”.
الحديث الثامن عشر : أخرج الطبراني ، وابن جرير عن عبد الرحمن بن سهل بن حنيف قال : نزلت على رسول الله صلى الله عليه وسلّم وهو في بعض أبياته : ) واصبر نفسك مع الذين يدعون ربهم بالغداة والعشي[14] ( الآية فخرج يلتمسهم فوجد قوماً يذكرون الله تعالى منهم ثائر الرأس وجاف الجلد وذو الثوب الواحد فلما رآهم جلس معهم وقال : ( الحمد لله الذي جعل في أمتي من أمرني أن أصبر نفسي معهم )
HADITS KE-18.
Thabari dan Ibnu Jarir mengeluarkan dari Abdurrahman bin Sahal bin Hanif berkata:’ saat  Rasulullah saw berada di salah satu rumahnya diturunlah ayat:”Sabarkan dirimu bersama orang-orang yang menyeru tuhan mereka pagi dan petang” (ayat). Setelah itu, beliau keluar kepada sahabat dan mendapati mereka sedang berzikir, diantara mereka ada yang sudah beruban, kusam kulit dan hanya mempunyai satu pakaian. Melihat mereka, Nabi saw duduk bersama mereka, dan bersabda:” Segala puji bagi Allah swt yang telah menciptakan dalam kalangan umatku orang-orang yang diperintahkan aku untuk bersabar bersama mereka”.
الحديث التاسع عشر : أخرج الإمام أحمد في الزهد عن ثابت قال : ( كان سلمان في عصابة يذكرون الله فمر النبي صلى الله عليه وسلّم فكفوا فقال : ما كنتم تقولون ؟ قلنا : نذكر الله ، قال : إني رأيت الرحمة تنزل عليكم فأحببت أن أشارككم فيها ثم قال : الحمد الله الذي جعل في أمتي من أمرت أن أصبر نفسي معهم )
HADITS KE-19.
Imam Ahmad mengeluarkan dalam ‘az-zuhd’ dari Tsabit berkata:’Salman berada dalam satu jama’ah zikir, lalu muncul Rasulullah saw yang menyebabkan mereka berhenti. Beliau bertanya:”Apa yang kalian ucapkan?”. Mereka menjawab:”Menyebut Allah swt”. Sabda lagi:”Sesungguhnya aku melihat rahmat turun kepada kalian dan aku menginginkan bersama-sama kalian dalam rahmat tersebut”.  Kemudian Rasul saw bersabda:” Segala puji bagi Allah swt yang telah menciptakan dalam kalangan umatku orang-orang yang diperintahkan aku untuk bersabar bersama mereka”.
الحديث العشرون : أخرج الأصبهاني في الترغيب عن أبي رزين العقيلي ( أن رسول الله صلى الله عليه وسلّم قال له : ألا أدلك على ملاك الأمر الذي تصيب به خيري الدنيا والآخرة ؟ قال : بلى ، قال : عليك بمجالس الذكر وإذا خلوت فحرك لسانك بذكر الله )
HADITS KE-20.                                                                                                        
Ashbihany mengeluarkan dalam ‘at-targhib’ dari Abu Razin Al-‘Aqily, bahwa Rasulullah saw bersabda baginya:” Bolehkah aku menunjukkan kamu kepada ‘raja’nya perkara, yang dengannya kamu bisa meraih dua kebaikan: dunia dan akhirat”?.” Boleh, ya, Rasulullah”, jawab mereka. Bersabda lagi:”Sering-seringlah bersama majelis-majelis zikir, dan bila kamu dalam kesendirian geraklah lidahmu untuk menyebut Allah swt”.
الحديث الحادي والعشرون : أخرج ابن أبي الدنيا ، والبيهقي ، والأصبهاني عن أنس قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم : ( لأن أجلس مع قوم يذكرون الله بعد صلاة الصبح إلى أن تطلع الشمس أحب إلي مما طلعت عليه الشمس ، لأن أجلس مع قوم يذكرون الله بعد العصر إلى أن تغيب الشمس أحب إلي من الدنيا ومافيها )
HADITS KE-21.
Ibnu Abu Ad-Dunya, Baihaqy dan Ashbihany mengeluarkan dari Anas ra berkata: bersabda Rasulullah saw: ”Sesungguhnya duduk bersama kaum yang berzikir setelah shalat subuh hingga terbit matahari, lebih aku sukai dari segala sesuatu yang disinari matahari (dunia dan isinya). Sesungguhnya duduk bersama jama’ah zikir sesudah shalat ‘Ashar hingga hilang matahari, lebih aku inginkan daripada dunia dan isinya”.
الحديث الثاني والعشرون :أخرج الشيخان عن ابن عباس قال : إن رفع الصوت بالذكر حين ينصرف الناس من المكتوبة كان على عهد النبي صلى الله عليه وسلّم ، قال ابن عباس:كنت أعلم إذا انصرفوا بذلك إذا سمعته
HADITS KE-22.
 Asy-Syaikhain (Bukhari-Muslem) mengeluarkan dari Ibnu 'Abbas berkata:"Sesungguhnya suara zikir yang keras sesudah orang-orang menyelesaikan  shalat wajib sudah ada sejak zaman Rasulullah saw”. Ibnu ‘Abbas berkata lagi:” aku selalu mengetahui kalau mereka telah menyelesaikan shalat dengan mendengar suara zikir”[15].
الحديث الثالث والعشرون : أخرج الحاكم عن عمر بن الخطاب عن رسول الله صلى الله عليه وسلّم قال:( من دخل السوق فقال:لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد يحيي ويميت وهو على كل شيء قدير كتب الله له ألف أُلف حسنة ، ومحا عنه ألف ألف سيئة ، ورفع له ألف ألف درجة ، وبنى له بيتاً في الجنة ) . وفي بعض طرقه : ( فنادى )
HADITS KE-23.
Hakim mengeluarkan dari Umar bin Khattab dari Rasulullah saw bersabda:”Siapa saja yang memasuki pasar lalu berkata:’Tiada tuhan melainkan Allah swt  yang MahaEsa, tidak ada sekutu bagiNya, milikNya seluruh kerajaan, milikNya segala pujian, Dia yang menghidupkan, Dia pula yang mematikan, Dia berkuasa atas segala sesuatu’—niscaya Allah swt tuliskan untuknya  sejuta kebaikan, dihapuskan sejuta dosa, diangkatkan dia sejuta derajat dan dibangun sebuah rumah dalam surga”. Pada sebagian thuruq (mata rantai perawi) hadits ini tertulis:’fanaadaa’(menyeru).[16]
الحديث الرابع والعشرون : أخرج أحمد ، وأبو داود ، والترمذي وصححه ، والنسائي ، وابن ماجه عن السائب أن رسول الله صلى الله عليه وسلّم قال : ( جاءني جبريل فقال : مر أصحابك يرفعوا أصواتهم بالتكبير
 HADITS KE-24.
Ahmad, Abu Daud, Tarmizi (mentashihkannya), Nasa-i dan Ibnu Majah mengeluarkan dari Sa-ib, bahwa Rasulullah saw bersabda:”Jibril as datang kepadaku lalu berkata:’ Perintahkan sahabat-sahabatmu agar mengeraskan  suara takbir mereka”.
الحديث الخامس والعشرون : أخرج المروزي في كتاب العيدين عن مجاهد أن عبد الله بن عمر ، وأبا هريرة كانا يأتيان السوق أيام العشر فيكبران لا يأتيان السوق إلالذلك ، وأخرج أيضاً عن عبيد بن عمير قال : كان عمر يكبر في قبته فيكبر أهل المسجد فيكبر أهل السوق حتى ترتج منى تكبيراً . وأخرج أيضاً عن ميمون بن مهران قال : أدركت الناس وأنهم ليكبرون في العشر حتى كنت أشبهها بالأمواج من كثرتها
HADITS KE-25.
Al-Maruzy mengeluarkan dalam kitab ‘al-‘idaini’ dari Mujahid, bahwa Abdullah bin Umar dan Abu Hurairah ra keduanya mendatangi pasar pada hari-hari sepuluh[17], mereka bertakbir, tidaklah mereka mendatangi pasar kecuali untuk itu (bertakbir).  Beliau juga mengeluarkan hadits dari ‘Ubaid bin ‘Umair berkata:”Umar selalu bertakbir dalam kubbahnya, sehingga seluruh mesjid ikut bertakbir, lalu seluruh pasar juga ikut bertakbir, sehingga seluruh Mina gemuruh oleh takbir”. Beliau pula mengeluarkan dari Maimun bin Mahran berkata:”Aku dapati manusia bertakbir pada hari kesepuluh (Dzul Hijjah) sehingga aku bisa menyamakan (memisalkan) mereka dengan gelombang lautan, karena begitu banyaknya”.
فصل : إذا تأملت ما أوردنا من الأحاديث عرفت من مجموعها أنه لا كراهة البتة في الجهر بالذكر بل فيه ما يدل على استحبابه إما صريحاً أو التزاماٍ كما أشرنا إليه
FASAL
Kalau kamu mau memikirkan secara mendalam terhadap hadits-hadits yang kami telah kemukakan di atas, nyatalah, bahwa seluruhnya tidak memakruhkan mengeraskan suara zikir, sama sekali tidak, bahkan semuanya menunjukkan: SUNAT, baik secara langsung atau secara kandungan seperti yang telah kami paparkan di atas.  
 وأما معارضته بحديث : ( خير الذكر الخفي ) فهو نظير معارضة أحاديث الجهر بالقرآن بحديث المسر بالقرآن كالمسر بالصدقة ، وقد جمع النووي بينهما بأن الإخفاء أفضل حيث خاف الرياء أو تأذى به مصلون أو نيام والجهر أفضل في غير ذلك لأن العمل فيه أكثر ولأن فائدته تتعدى إلى السامعين ، ولأنه يوقظ قلب القارىء ويجمع همه إلى الفكر ويصرف سمعه إليه ويطرد النوم ويزيد في النشاط
Adapun bila hadits-hadits di atas, secara lahiriyahnya bertentangan dengan hadits ”sebaik-baik zikir adalah yang disembunyikan (sirr)”[18], maka dapat dibandingkan dengan paradog (mu’aradhah) antara hadits-hadits jihar dan sirr tentang membaca Al-Quran, seperti juga dengan bersedekah sirr.[19] Dalam hal ini, Imam Nawawi telah mengkompromi[20] (jama’=mencari jalan tengah) antara hadits-hadits tersebut dengan kesimpulan:’menyembunyikan (sirr) lebih baik kalau khawatir menimbulkan riya, menyakiti (tasywisy) mushalli atau orang tidur. Sedangkan jihar juga lebih afdhal pada bukan kondisi-kondisi di atas, karena pada zikir jihar mengandung banyak amalan, manfaatnya juga bisa mengalir kepada para pendengar, disamping agar hati penzikir tetap terjaga dan mengumpulkan (mengkonsentrasikan) niatnya ke pikirannya serta pendengaran menyimak alunan zikir agar dapat menyingkirkan kantuk dan semakin menambah semangatnya untuk berzikir.
وقال بعضهم : يستحب الجهر ببعض القراءة والإسرار ببعضها لأن المسر قد يمل[21] فيأنس بالجهر ، والجاهر قد يكل[22] فيستريح بالإسرار انتهى ، وكذلك نقول في الذكر على هذا التفصيل وبه يحصل الجمع بين الأحاديث
Beberapa ulama berpendapat:’sunat mengeraskan sebahagian bacaan (Al-Quran) dan mengesirr sebahagian, karena orang yang mengesirr boleh jadi sudah bosan maka menyukai kembali dengan menjihar, dan orang yang menjihar terkadang lelah maka beristirahat dengan mengesirr’.(sekian). Demikian juga pendapat kami (Sayuthi) tentang zikir, dipilah-pilah seperti ini. Dengan begini, berhasillah dikompromikan antara hadits-hadits yang saling ‘mu’aradhah’.
فإن قلت : قال الله تعالى : واذكر ربك في نفسك تضرعاً وخيفة ودون الجهر من القول[23] قلت : الجواب عن هذه الآية من ثلاثة أوجه :
Bila kamu bertanya: (bukankah) Allah swt telah berfirman:”dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara”. Aku (Sayuthi) coba menjawab dengan tiga jawaban:
الأول : أنها مكية كآية الإسراء )ولا تجهر بصلاتك ولا تخافت بها ([24]وقد نزلت حين كان النبي صلى الله عليه وسلّم يجهر بالقرآن فيسمعه المشركون فيسبون القرآن ومن أنزله فأمر بترك الجهر سداً للذريعة كما نهى عن سب الأصنام لذلك في قوله تعالى : ولا تسبوا الذين يدعون من دون الله فيسبوا الله عدواً بغير علم وقد زال هذا المعنى وأشار إليه ابن كثير في تفسيره.           
Pertama:”Ayat tersebut ‘makkiyah’[25] seperti halnya ayat Al-Isra’:"dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya[26]". Sesungguhnya ayat ini diturunkan ketika Rasulullah saw mengeraskan bacaan Al-Quran dan kedengaran orang-orang musyrikin, sehingga mereka mencaci-maki ayat-ayat Al-Quran dan yang menurunkannya (Allah swt). Lalu Allah swt memerintah meninggalkan jihar untuk menutup wasilah (cercaan mereka). Sama halnya dengan pelarangan memaki-maki patung-patung mereka pada firman:”dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan[27], dan alasan pelarangan (memaki-maki Allah swt)  tersebut sekarang telah hilang! Ini pula yang ditunjukkan Ibnu Katsir dalam Tafsirnya.[28]                           
 الثاني أن جماعة من المفسرين منهم عبد الرحمن بن زيد بن أسلم شيخ مالك ، وابن جرير حملوا الآية على الذاكر حال قراءة القرآن وأنه أمر له بالذكر على هذه الصفة تعظيماً للقرآن أن ترفع عنده الأصوات ويقويه اتصالها بقوله : وإذا قرىء القرآن فاستمعوا له وأنصتوا قلت : وكأنه لما أمر بالإنصات خشي من ذلك الإخلاد[29] إلى البطالة[30] فنبه على أنه وإن كان مأموراً بالسكوت باللسان إلا أن تكليف الذكر بالقلب باق حتى لا يغفل عن ذكر الله ولذا ختم الآية بقوله : ولا تكن من الغافلين
Kedua: “Sekelompok mufassir, diantaranya: Abdurrahman bin Zaid bin Aslam (guru Imam Malik), Ibnu Jarir, menghamal (mendorong) ayat ini kepada  keadaan  penzikir saat ada pembacaan Al-Quran, bahwa dianjurkan demikian untuk menghormati Al-Quran, agar suara zikir tidak dikeraskan disisinya. Hal ini diperkuat oleh firman sebelumnya[31]:dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah”. Menurut hematku: ‘saat diperintahkan ‘inshat’ (diam dan memperhatikan) seolah-olah ada kekhawatiran akan cendrung kepada pengangguran (dari zikir), maka Allah menegaskan pada ayat selanjutnya, sekalipun ada perintah berhenti zikir dengan lidah, perintah zikir dengan hati tetaplah abadi sehingga jangan sampai lalai dari menyebut (nama) Allah swt. Karena itu, ayat diakhiri dengan : ”janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai (dari menyebut nama Allah swt)”      
الثالث ما ذكره الصوفية أن الأمر في الآية خاص بالنبي صلى الله تعالى عليه وآله وسلم الكامل المكمل ، وأما غيره ممن هو محل الوساوس والخواطر الرديئة فمأمور بالجهر لأنه أشد تأثيراً في دفعها . قلت : ويؤيده من الحديث ما أخرجه البزار عن معاذين جبل قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم : ( من صلى منكم بالليل فليجهر بقراءته فإن الملائكة تصلي بصلاته وتسمع لقراءته ، وإن مؤمني الجن الذين يكونون في الهواء وجيرانه معه في مسكنه يصلون بصلاته ويستمعون قراءته وانه ينطردبجهره بقراءته عن داره وعن الدور التي حوله فساق الجن ومردة الشياطين )[32]
Ketiga:’Para ulama sufi menyebutkan, bahwa ayat di atas dikhususkan buat Nabi saw  yang memang telah begitu sempurna.[33] Sedangkan orang-orang selain beliau, yang merupakan tempat was-was dan gudangnya pikiran-pikiran yang jelek, dianjurkanlah mengeraskan suara zikir, karena lebih memberi efek pada menolak kekurangan-kekurangan tersebut. Menurutku, pendapat ulama sufi di atas didukung oleh hadits yang dikeluarkan Al-Bazzar dari Mu’adz bin Jabal berkata: bersabda Rasulullah saw:”Siapa saja yang shalat  pada malam hari hendaklah mengeraskan bacaannya, karena sesungguhnya para Malaikat ikut shalat bersamanya dan menndengar bacaan dia, dan sesungguhnya seluruh jin mukmin yang terbang di udara serta tetangga  yang berada dalam rumahnya ikut pula shalat dan mendengar bacaannya, dan sesungguhnya pengerasan bacaan juga dapat mengusir jin-jin fasiq dan setan-setan jahat dari rumah dan sekitarnya”. 
فإن قلت : فقد قال تعالى: ادعوا ربكم تضرعاً وخفية إنه لا يحب المعتدين (وقد فسر الاعتداء بالجهر في الدعاء قلت : الجواب عنه من وجهين :
Kalau kamu bertanya:’(bukankah) Allah saw telah berfirman:”Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendah diri dan suara yang lembut, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” [34] dan kata ‘melampaui batas’ ditafsirkan dengan ‘mengeraskan suara doa’, aku akan menjawab dengan dua jawaban berikut:
أحدهما : أن الراجح في تفسيره أنه تجاوز المأمور به أو اختراع دعوة لا أصل لها في الشرع ، ويؤيده ما أخرجه ابن ماجه ، والحاكم في مستدركه وصححه عن أبي نعامة رضي الله عنه ( أن عند الله بن مغفل سمع ابنه يقول : اللهم إني اسألك القصر الأبيض عن يمين الجنة فقال : إني سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلّم يقول :  سيكون في هذه الأمة قوم يعتدون في الدعاء ) فهذا تفسير صحابي وهو أعلم بالمراد.
Pertama:’Tafsir yang rajih mengenai ayat ini, bahwa ‘melampaui batas’ ditafsirkan dengan ‘melampaui yang diperintahkan’ atau ‘mengada-ngadakan doa yang tidak ada dasarnya dalam agama’ [35]Penafsiran ini diperkuat oleh hadits yang dikeluarkan Ibnu Majah dan Hakim dalam kitab Mustadraknya, sekaligus mentashihkannya, dari Abu Nu’amah ra, bahwa Abdullah bin Mughaffal mendengar anaknya berdoa:”ya, Allah swt, sesungguhnya aku memohon kepadaMu sebuah istana putih di sebelah kanan surga”Abdullah menegur anaknya:”aku mendengar Rasulullah bersabda: ‘akan muncul dalam kalangan umatku nanti suatu kaum yang melampaui batas dalam doa-doa mereka”. Beginilah penafsiran seorang sahabat yang mulia, yang beliau lebih tahu apa yang dimaksudkan oleh sebuah nash.[36]
الثاني : على تقدير التسليم فالآية في الدعاء لافي الذكر ، والدعاء بخصوصه الأفضل فيه الإسرار لأنه أقرب إلى الإجابة ولذا قال تعالى : إذ نادى ربه نداء خفياً ومن ثم استحب الإسرار بالاستعاذة في الصلاة أتفاقاً لأنها دعاء
Kedua:’Taroklah kita menerima (bahwa ayat di di atas memang melarang mengeraskan suara), tapi hanya mengeraskan suara pada doa, bukan dalam berzikir. Secara khusus doa memang lebih afdhal disirrkan, karena lebih dekat kepada ijabah. Inilah alasannya mengapa Allah swt berfirman:Yaitu tatkala ia (Nabi Zakaria) berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang  lemah-lembut”. Dan karena itulah disunatkan mengesirr bacaan ‘ta’awwudz’ dalam shalat secara ittifaq, karena ia doa.
فإن قلت : فقد نقل عن ابن مسعود أنه رأى قوماً يهللون برفع الصوت في المسجد فقال : ما أراكم إلا مبتدعين حتى أخرجهم من المسجد
Kalau kamu bertanya:”Telah dunukilkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa beliau menyaksikan suatu kelompok orang yang menyaringkan suara tahlil dalam mesjid, lalu berkata:”Aku tidak melihat kepada kalian kecuali hanya orang-orang pembuat bid’ah semata”. Kemudian beliau mengusir mereka dari mesjid. (Kalau ini bagaimana?)
 قلت هذا الأثر عن ابن مسعود يحتاج إلى بيان سنده ، ومن أخرجه من الأئمة الحفاظ في كتبهم وعلى تقدير ثبوته فهو معارض بالأحاديث الكثيرة الثابتة المتقدمة وهي مقدمة عليه عند التعارض ، ثم رأيت ما يقتضي إنكار ذلك عن ابن مسعود ، قال الإمام أحمد بن حنبل في كتاب الزهد : ثنا حسين بن محمد ثنا المسعودي عن عامر بن شقيق عن أبي وائل قال : هؤلاء الذين يزعمون أن عبد الله كان ينهى عن الذكر ما جالست عبد الله مجلساً قط إلا ذكر الله فيه ، وأخرج أحمد في الزهد عن ثابت البناني قال : إن أهل ذكر الله ليجلسون إلى ذكر الله وإن عليهم من الآثام أمثال الجبال وإنهم ليقومون من ذكر الله تعالى ما عليهم منها شيء )الكتاب : الحاوي للفتاوي .المؤلف : جلال الدين عبد الرحمن بن أبي بكر السيوطي(
Aku (Syaikh Sayuthi) menjawab:’Atsar Ibnu Mas’ud ini butuh kepada menjelaskan sanad-sanadnya dan siapa saja yang ada mengaluarkannya dalam kitabnya diantara para Imam Hafidl hadits. Dan, katakanlah memang Atsar itu ‘tsabit’, tetapi kemudian bertentangan dengan banyak hadits yang telah ‘tsabit’ pula di atas. Dan hadits lebih diutamakan kalau terjadi ‘ta’arrudh’. Kemudian, aku melihat secara tidak langsung ada keingkaran dari Abdullah bin Mas’ud terhadap atsarnya sendiri. Diantaranya, berkata Imam Ahmad bin Hambal dalam kitab Az-Zuhd: ‘Husen bin Muhammad menceritakan kepada kami, Mas’udy menceritakan kepada kami dari ‘Amir bin Syaqiq dari Abu Wa-il berkata:” banyak orang menduga bahwa Abdullah bin Mas’ud selalu melararang berzikir (secara jihar), tetapi tidaklah aku duduk bersamanya di suatu tempat kecuali beliau selalu berzikir”.[37] Imam Ahmad mengeluarkan dalam ‘Az-Zuhd’ dari Tsabit Al-Banany berkata: ”sesungguhnya ahli zikir ketika duduk hendak berzikir dengan beban dosa yang semisal gunung sekalipun, maka sesungguhnya ketika mereka bangun dari ‘zikrullah’ tidak lagi mempunyai dosa sedikitpun.[38] (Dinukil dari kitab Al-Hawy lil-Fatawa karangan: Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar As-Sayuthi)

Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitamy menulis:
وَأَمَّا تَفْسِيرُ الِاعْتِدَاءِ في اُدْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ بِالْجَهْرِ بِالدُّعَاءِ فَمَرْدُودٌ بِأَنَّ الرَّاجِحَ في تَفْسِيرِهِ أَنَّهُ تَجَاوُزُ الْمَأْمُورِ بِهِ أو اخْتِرَاعُ دَعْوَةٍ لَا أَصْلَ لها )الفتاوى الكبرى الفقهية ابن حجر الهيتمي(
Adapun menafsirkan ‘melampaui batas’ pada ayat: :”Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendah diri dan suara yang lembut, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” dengan ‘mengeraskan bacaan doa’ adalah tertolak oleh penafsiran rajih, yang menafsirkan dengan: “melampaui batas yang diperintahkan atau mengada-ngada doa yang tidak ada asalnya dalam agama”.(Al-Fatawa Kubra Fiqhiyyah karangan Ibnu Hajar Al-Haitamy bab’sujudus sahw’)

DR. Syaikh Ali Jum’ah, Mufti Besar Mesir sekarang, menulis:
س ٥٦ : هل الجهر بالذكر بدعة ؟                                
Pertanyaan nomor: 56: “apakah mengeraskan suara zikir termasuk bid’ah?”
الجواب :التوسط في رفع الصوت في التسبيح وغيره مستحب عند عامة الفقهاء لقوله تعالى وَلا تَجْهَرْ بِصَلاتِكَ وَلا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلا وكان النبي يفعله.فعن أبي قتادةأن رسول الله خرج ليلة فإذا هو بأبي بكريصلي يخفض من صوته قال : ومر بعمروهو يصلي رافع  صوته . قال : فلما اجتمعا عند النبي قال يا أبابكر مررت بك وأنت تصلي تحفض صوتك قال : قد أسمعت من ناجيت يا رسول الله . قال فارفع قليلا وقال لعمرمررت بك وأنت تصلي رافع  صوتك فقال يا رسول الله ،أوقظ الوسنان، وأطرد الشيطان، قال اخفض من صوتك شيًئا وذهب بعض السلف إلى أنه يستحب رفع الصوت بالتكبير والذكر عقيب المكتوبة واستدلوا بما روي عن ابن عباس أ نه قال كنت أعلم إذا انصرفوا بذلك إذا سمعته ولأنه أكثر عملا ً وأبلغ في التدبر ، ونفعه متعد لإ يقاظ قلوب الغافلين . وخير ما يقال في هذا المقام، ما قاله صاحب مراقي الفلاح في الجمع بين الأحاديث وأقوال العلماء الذين اختلفوا في المفاضلة بين الإسرار بالذكر والدعاء والجهر  حيث قال أن ذلك يختلف بحسب الأشخاص، والأحوال ، والأوقات ، والأغراض ، فمتى خاف الرياء أو تأذى به أحد ؛ كان الإسرار أفضل، ومتى فقد ما ذكر؛ كان الجهر أفضل وعلى هذا فإن الجهر بالذكر ليس ببدعة، ولا شيء فيه وقد يكون أجمع للقلب والتركيز إذا ما اجتنب المرء الرياء، والله تعالى أعلى وأعلم
Syaikh menjawab:’sederhana dalam mengeraskan suara tasbih dan lainnya adalah sunat menurut pendapat mayoritas ulama,  ini berdasarkan firman Allah swt : ‘dan jangan kamu mengeraskan suara doa dan jangan kamu merendahkannya, tetapi carilah jalan antara keduanya’. Dan didasarkan juga kepada kebiasaan Nabi saw .Dari Abu Qatadah ra, sesungguhnya Rasulullah saw suatu malam keluar berjalan-jalan, beliau mendapati Abu Bakar ra sedang shalat dengan suara rendah. Dan juga melewati Umar ra yang sedang shalat dengan suara tinggi sekali. Abu Qatadah berkata: ”ketika Abu Bakar dan Umar berkumpul bersama Nabi saw, Nabi saw bersabda:’wahai, Abu Bakar, sambil berjalan aku melihat kamu shalat dengan suara rendah’. Abu Bakar menjawab: “aku memperdengar hanya kepada yang aku munajahkan saja, ya Rasulullah saw”. Rasul saw bersabda:”keraskan sedikit suaramu”. Rasul saw bersabda kepada Umar ra : “aku juga melewati kamu semalam yang sedang shalat dengan suara keras sekali”. Umar menjawab: “ya, Rasulullah saw, aku ingin membangunkan orang-orang tidur dan mengusir setan”. Rasul saw bersabda: “rendahkan sedikit suaramu”.
Sebagian ulama salaf  berpendapat : ‘sunat mengeraskan suara takbir dan zikir sesudah shalat wajib’. Mereka menyandarkannya kepada hadits yang diriwayat dari Ibnu Abbas, beliau berkata : “aku selalu mengetahui bahwa shalat telah selesai bila mendengar suara zikir”. Dan, karena mengeraskan suara zikir mengandung banyak amalan, lebih memberi pengaruh kepada tadabbur, disamping  mengalir manfaat kepada mengingatkan hati-hati yang lalai dari zikir.
Jawaban yang paling bagus untuk menjawab permasalahan ini (mengeraskan suara zikir) adalah apa yang ditulis oleh pengarang kitab ‘Muraqil Falah’, yaitu mengkompromikan hadits-hadits dan pendapat-pendapat para ulama yang saling bertentangan dalam menentukan mana yang lebih utama antara merendahkan dan mengeraskan suara zikir dan doa, dimana berbedanya versi hadits dan pendapat para ulama karena berbedanya sikap pribadi, kondisi, waktu dan tujuan masing-masing. Seandainya khawatir akan timbulnya riya atau mengganggu orang lain lebih baik disirrkan saja. Sebaliknya, lebih utama dikeraskan saja.
Berdasarkan uraian di atas, mengeraskan suara zikir bukanlah bid’ah, dan tidak ada sesuatupun yang patut dikatakan bid’ah, bahkan terkadang lebih mengkonsentrasikan hati dan memusatkan pikiran bila seseorang dapat menjauhkan diri dari sifat riya. (Hanya Allah swt yang mahatinggi dan mahatahu). (Kitab ‘Al-Bayan Lima Yasyghilul Azhan’)[39]
س ٥٧ : ما حكم الاجتماع على الذكر في حلق ؟
Pertanyaan nomor 57: ‘apa hukumnya zikir berjama’ah dalam halaqah’?   
الجواب
الاجتماع على الذكر في حلق سنة ثابتة بأدلة الشرع الشريف، أمر الله في كتابه العزيز، فقال تعالى ÷ŽÉ9ô¹$#ur y7|¡øÿtR yìtB tûïÏ%©!$# šcqããôtƒ Næh­/u Ío4rytóø9$$Î/ ÄcÓÅ´yèø9$#ur tbr߃̍ム¼çmygô_ur ( Ÿ وقال النبي إن لله تعالى ملائكة يطو فون في الطريق يلتمسون أهل الذكر ، فإذا وجدوا قوما يذكرون الله تنادوا : هلموا إلى حاجتكم . قال : فيحفونهم بأجنحتهم إلى السماء الدنيا إلى أن قال فيقول فأشهدكم أني غفرت لهم . قال : يقول ملك من الملائكة فيهم فلان ليس منهم ، إنما جاء لحاجة ، قال هم الجلساء لا يشقى  بهم جليسهم
وعن معاوية أن النبي خرج على حلقة من أصحابه، فقال ما أجلسكم قالوا : جلسنا نذكر الله ونحمده على ما هدانا للإسلام ومن به علينا - إلى أن قال أتاني جبريل فأخبرني أن الله يباهي بكم الملائكة وقد بوب النووي الحديث الأ ول في كتابه رياض الصالحين بعنوان
باب فضل حلق الذكر والذكر في الشريعة الإسلامية له معان كثيرة منها : الإخبار المجرد عن ذات الله، أو صفاته، أو أفعاله، أو أحكامه، أو بتلاوة كتابه، أو بمسألته ،ودعائه، أو بإنشاء الثناء عليه بتقديسه، وتمجيده، وتوحيده، وحمد ه، وشكره ، وتعظيمه . ولا دليل لمن ادعى أن حلق الذكرالمراد هنا دروس العلموقد أورد الصنعاني حديث مسلم ، عن أبي هريرةقال : قال رسول ما جلس قوم من مجلس  يذكرون الله فيه إلا حفتهم الملائكة ، وغشيتهم الرحمة ، وذكرهم الله فيمن عنده ثم قال دل الحديث على فضيلة مجالس الذكر والذاكرين ، وفضيلة الاجتماع على الذكر. وأخرج البخاري ؛أن ملائكة يطوفون في الطرق يلتمسون أهل الذكر فإذا وجدوا قوما يذكرون الله تعالى تنادوا هلموا إلى حاجتكم . قال : فيحفونهم بأجنحتهم إلى السماء الدنيا الحديث وهذا من فضائل مجالس الذكر تحضرها الملائكة بعد التماسهم لها والمراد بالذكر هو : التسبيح، والتحميد، وتلاوة القرآن، ونحو ذلك، وفي حديث البزار؛أنه تعالى يسأل ملائكته (ما يصنع العباد ؟)وهو أعلم  بهم فيقولون يعظمون آلاءك ويتلون كتابك، ويصلون على نبيك، ويسألونك لآخرتهم ودنياهم.
والذكر حقيقة في ذكر اللسان ، ويؤجر عليه الناطق ولا يشترط استحضار معناه ، وإنما يشترط ألا يقصد غيره فإن انضاف إلى الذك ر باللسان الذكر بالقلب فهو أكمل ، وإن انضاف إليهما استحضار معنى الذكر ، وما اشتمل عليه من تعظيم الله تعالى ، ونفي النقائص عنه ازداد كمالاً، فإن وقع ذلك في عمل صالح مما فرض من صلاة أو جهاد أو غيرهما فكذلك ، فإن صح التوجه وأخلص لله فهو أبلغ في الكمال ومما سبق يعلم أن التجمع لذكر الله بقراءة القرآن، أو مدارسة العلم، أو التسبيح والتهليل والتحميد من السنن التي حث عليها ربنا في كتابه العز يز، وسنة نبيه الصحيحة الصريح،ة والله تعالى أعلى وأعلم
Syaikh menjawab: ‘zikir berjama’ah dalam halaqah adalah sunnah dan ‘tsabit’ dengan dalil-dalil agama yang agung. Allah memerintahkannya dalam KitabNya : ‘dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya. Bersabda Nabi saw : “sesungguhnya Allah swt mempunyai Para Malaikat yang mondar-mandir di jalan mencari orang-orang berzikir. Kalau mereka mendapatkannya, mereka menyeru : ‘kemarilah hajat kalian’! Lalu Rasulullah saw bersabda : “para Malaikat mengelilingi dengan sayap sampai ke langit……..’ (sampai sabda beliau)…..berfirman Allah swt kepada Malaikat : “Aku beritahukan kepada kalian, bahwa aku telah mengampuni mereka semua”. Sabda Rasul saw : seorang Malaikat memberitahu : “tetapi, ya, Allah, dalam kalangan mereka ada seseorang yang bukan bagian dari mereka, dia hanya datang untuk suatu keperluan”. Allah berfirman : “mereka adalah orang-orang yang tidak mencelakakan pendatang yang duduk bersama mereka”.
Dari Mu’awiyah, bahwa Nabi saw keluar kepada halaqah para sahabat, beliau bersabda : “mengapa kalian duduk-duduk”?. Mereka menjawab : “kami duduk menyebut Allah dan memujiNya atas terpetunjuknya kami dan orang-orang yang kami tanggungjawab kepada Islam…..(sampai sabda beliau) : “Jibril mendatangiku dan mengabarkan, bahwa Allah swt membanggakan kalian kepada para Malaikat”.
Imam Nawawi dalam kitab ‘Riyadhusshalihin’ mencantumkan satu bab dengan judul ‘Bab Keutamaan Halaqah Zikir’. Zikir dalam ranah syari’at Islam mempunyai banyak makna. Diantaranya, hanya sekedar mengabarkan tentang zat Allah swt, tentang sifatNya, tentang perbuatanNya, tentang hukum-hukumNya, membaca kitab suciNya, ataupun memanjatkan doa kepadaNya serta merangkai pujian kepadaNya dengan mengkuduskanNya, memuliakan Dia, mengEsakan zat dan sifatNya, mengucap sanjungan dan syukur serta membesar-besarkanNya. Nah, tidak ada satu alasanpun bagi sangkaan orang-orang yang menafsirkan ‘halaqah zikir’ hanya bermakna ‘tempat belajar ilmu’.
Ash-Shan’any mengemukakan hadits Muslem, dari Abu Hurairah ra berkata: bersabda Rasulullah saw : “tidaklah suatu kaum yang mengadakan majelis zikir kecuali dilindungi para Malaikat, dilimpahkan rahmat serta Allah swt membanggakan mereka kepada siapa saja yang berada disisNya”. Setelah itu beliau berkomentar: ‘hadits menunjukkan keutamaan majelis-majelis zikir dan orang-orangnya serta kelebihan jama’ah zikir’. Bukhary mengeluarkan: ‘Bahwa Malaikat mondar-mandir di jalan mencari ahli zikir. Bila menemukan, mereka menyeru : kemarilah hajatmu! Selanjutnya Nabi bersabda : ‘sayap-sayap para Malaikat mengelilingi mereka sampai ke langit dunia….(hadits). Hadits ini menyatakan tentang kelebihan majelis-majelis zikir yang dihadiri Malaikat setelah mereka mencari-carinya.
Yang masuk dalam kategori zikir antara lain adalah tasbih, tahmid, membaca Al-Quran dan sebagainya. Dalam Hadits Al-Bazzar, Allah swt menanyakan : “apa yang dilakukan para hambaKu?”. (Allah Mahatahu tentang mereka). Malaikat menjawab : “mengagungkan nikmat-nikmatMu, melantunkan kitabMu, mengucap shalawat kepada NabiMu dan memanjatkan doa dunia-akhirat kepadaMu”.
Hakikat zikir ada pada ucapan lidah, dan diberi pahala kepada yang mengucapkannya. Bukan merupakan syarat mendapatkan pahala adalah menghadir makna zikir dalam hati, tetapi disyaratkan hanya ‘tidak meniatkan selainnya saja’. Kalau mampu menyatukan antara zikir lidah dan zikir hati itu merupakan zikir paling sempurna. Dan, apabila zikir lidah dan hati mampu digabungkan dengan penghayatan akan makna-makna yang terkandung dalam zikir serta merangkum dengan segala kebesaran Allah swt dan menyucikanNya dari segala kekurangan, maka semakin menambah kwalitas kesempurnaan zikir. Seandainya semua ini mampu dilakukan pada amal shaleh yang lain seperti shalat, jihad dan lain-lainnya, itu pula kesempurnaan yang luar biasa. Lebih di atas segala kesempurnaan yang ada adalah menghadap Allah swt dengan benar serta ikhlas hanya kepadaNya semata.
Dari paparan panjang sebelumnya, sampailah kepada keyakinan : bahwa berkumpul untuk menyebut Allah swt melalui baca Al-Quran, pembahasan ilmu, tasbih, tahlil dan tahmid adalah sunnah yang sangat dianjurkan oleh Allah swt dalam kitabNya dan oleh NabiNya dalam sunnahnya yang shahih dan sangat jelas. Hanya Allah swt yang Mahatinggi dan Mahatahu. (Syaikh ‘Ali Jum’ah, Mufti besar Mesir sekarang)[40]

BEBERAPA PENDAPAT DAN FATWA ULAMA WAHABIYYAH

Seorang ulama Wahabiyyah berfatwa berikut ini:
السؤال: هل يجوز رفع الصوت بالذكر بعد صلاة المغرب إذا كان في ذلك تشويش على المصلين مع أنه سنة؟ الجواب: يجوز ذلك، وقد كان الرسول صلى الله عليه وسلم والصحابة يفعلونه، حتى أخبر ابن عباس أن المسجد يرتج.والسنة لا تترك لأجل أمر آخر، وهذه السنة لا تترك لأنه يشوش على غيره. )الكتاب : شرح كتاب التوحيد المؤلف : عبد الله بن محمد الغنيمان(
Pertanyaan:’Bolehkah mengeraskan suara bacaan zikir sesudah shalat maghrib, yang dengan itu dapat mengganggu orang-orang shalat, padahal mengeraskan zikir adalah sunnah?’
Jawab:’Boleh, karena sesungguhnya Rasul saw dan para sahabat melakukannya, sampai-sampai Ibnu Abbas mengabarkan, bahwa mesjid bergemuruh (oleh suara zikir). Lagi pula, sunnah tidak boleh ditinggalkan hanya karena ada perintah yang lain. Berarti, sunnah ini tidak boleh dikesampingkan hanya karena menggangu orang lain’. (Kitab: Syarah kitab tauhid karangan : Abdullah bin Muhammad Al-Ghaniman)[41]
FATWA SYAIKH BEN BAZ
رفع الصوت بالذكر بعد المكتوبة مشروع
)س( كثر اللَّغط والجدال حول الجهر والإسرار بالتسبيح بعد الصلوات المفروضة ، وحول هذا الموضوع أرجو إفادتنا عما يلي أيهما أفضل الجهر أم الإسرار بالتسبيح ؟ فإذا كان الجهر يشوش على من فاتته بعض الركعات فما هو الحل ؟ ما هي نصيحتكم للمتجادلين حول تلك المواضيع وغيرها خاصة في المساجد ؟
Mengeraskan suara zikir sesudah maktubah adalah syari’at!
Pertanyaan:’Banyak suara dan perdebatan seputar tasbih jihar dan sirr sesudah shalat wajib, dan  sekitar persoalan inilah aku berharap ada penjelasan bermanfaat, mana lebih baik antara tasbih jihar dan sirr?.  Dan, seandainya pengerasan suara dapat mengganggu orang-orang yang sedang menunai bagian-bagian raka’atnya, apakah itu halal (boleh)? Dan, apa nasehat Anda  kepada orang-orang yang selalu memperdebatkan sekitar masalah ini dan lainnya, khususnya dalam mesjid?
)ج( ثبت في الصحيحين عن ابن عباس رضي الله عنهما أن رفع الصوت بالذكر حين ينصرف الناس من الصلاة المكتوبة كان على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم ، قال ابن عباس رضي الله عنهما ( كنت أعلم إذا انصرفوا بذلك إذا سمعته ) فهذا الحديث الصحيح وما جاء في معناه من حديث ابن الزبير والمغيرة بن شعبة رضي الله عنهما وغيرهما كلها تدل على شرعية رفع الصوت بالذكر حين ينصرف الناس من المكتوبة على وجه يسمعه الناس الذين عند أبواب المسجد وحول المسجد حتى يعرفوا انقضاء الصلاة بذلك ، ومن كان حوله من يقضي الصلاة فالأفضل له أن يخفض قليلاً حتى لا يشوش عليهم ، عملاً بأدلة أخرى جاءت في ذلك وفي رفع الصوت بالذكر حين ينصرف الناس من المكتوبة فوائد كثيرة فيها إظهار الثناء على الله سبحانه وتعالى على ما مَنَّ به عليهم من أداء هذه الفريضة العظيمة ، ومن ذلك تعليم للجاهل وتذكير للناسي ولولا ذلك لخفيت السنة على كثير من الناس . والله ولي التوفيق .الشيخ ابن باز
Jawab:’Telah ‘tsabit’ dalam shahihain dari Ibnu ‘Abbas ra, bahwa mengeraskan suara zikir sesudah menyelasaikan shalat wajib sudah ada sejak zaman Rasulullah saw. Ibnu ‘Abbas ra berkata:’ :” aku selalu mengetahui kalau mereka telah menyelesaikan shalat dengan mendengar suara zikir”. Hadits shahih ini dan yang semakna dengannya dari hadits Ibnu Zubair dan Mughirah bin Syu’bah ra, menunjukkan ‘disyariatkannya mengeraskan suara zikir sesudah selesai shalat wajib dengan suara keras sekali sehingga terdengar kepada orang-orang di pintu mesjid, bahkan orang-orang sekitar mesjid sehingga mereka mengetahui bahwa shalat telah usai dengan mendengar suara zikir. Adapun kalau disana ada orang yang sedang menunaikan shalat, maka lebih baik merendahkan suara sedikit agar mereka tidak merasa terganggu, sesuai dengan hadits-hadits yang lain yang berbicara tentang itu. Karena, mengeraskan suara zikir usai orang-orang menunaikan shalat wajib banyak mengandung manfaat dan ada dampak baiknya.
Diantaranya, untuk menampakkan pujian kepada Allah swt atas kurniaNya, yaitu dapat menyelesaikan kewajibanNya yang agung ini (shalat), disamping mengajari orang-orang yang belum tahu serta mengingatkan pula. Kalau semua itu tidak dibolehkan, lama-kelamaan sunnah akan tersembunyi bagi banyak orang. Hanya Allah swt yang menguasai petunjuk. (Syaikh Ben Baz).[42]
FATWA SYAIKH IBNU ‘USAIMIN
الجهر بالأذكار بعد الصلوات سنة
)س( ما حكم رفع الصوت بالاستغفار والذكر عقب الصلاة ، مع العلم أن في هذا مضايقة للآخرين بحيث يتعذر عليهم التسبيح والذكر بخشوع ، وكذلك يتعذر على من يتم صلاته أن يتمها بخشوع وتدبر ؟
Mengeraskan suara zikir sesudah shalat adalah sunnah!
Pertanyaan:’Bagaimana hukumnya mengeraskan suara istighfar dan zikir di belakang shalat, padahal diyakini semua itu dapat menyusahkan banyak orang, dimana orang lain sangat sukar bertasbih dan berzikir secara khusyu’. Demikian juga orang-orang yang sedang menyelesaikan shalatnya, sangat kesulitan melakukan shalat secara khusu’ dan tadabbur?
ج السنة أن يجهر به كما كان عليه الصلاة والسلام يجهر بذلك ، قال ابن عباس رضي الله عنهما ( كان رفع الصوت بالذكر حين ينصرف الناس من المكتوبة على عهد النبي صلى الله عليه وسلم ) ، وإذا رفع الناس أصواتهم جميعاً فلن يشوش بعضهم على بعض . لكن يشوش بعضهم على بعض إذا كان أحدهم يجهر والآخر يُسر، والذي يسر لاشك أنه يشوش عليه ، لكنه لو رفع صوته مثلهم ما حصل التشويش ، وأما الذين يقضون فهم الذين فعلوا ذلك بأنفسهم ، ولو شاءوا لتقدموا ولم يشوش عليهم أحد ، وكما قلت إذا كانت الأصوات جميعًا مختلطة ما حصل التشويش حتى على الذين يقضون ؛ كما تشاهد الآن في يوم الجمعة الناس يقرؤون كلهم القرآن الكريم وهم يجهرون  ومع ذلك يأتي المصلي ويصلي ولا يحدث له تشويش .الشيخ ابن عثيمين[43]
Jawab:’Mengeraskan bacaan zikir adalah sunnah seperti yang sudah merupakan kebiasaan Rasulullah saw. Ibnu Abbas berkata: :"Sesungguhnya suara zikir yang keras sesudah orang-orang menyelesaikan  shalat wajib sudah ada sejak zaman Rasulullah saw”. Kalau semua orang sama-sama mengeraskan suara tidak mungkin mengganggu orang lain. Tetapi, ‘mengganggu’ akan terjadi bila sebagian mengeraskan sebagian tidak. Tidak diragukan lagi, orang yang mengesirr akan merasa sangat terganggu, tetapi kalau dia mengeraskan juga seperti yang lain dapat dipastikan tidak ada yang merasa terganggu. Dan orang-orang yang melakukan itu semua berarti melakukan untuk mereka sendiri. Kalau mereka menginginkannya mereka akan melakukan dan tidak ada yang merasa terganggu. Seperti yang telah aku katakan, bila semua suara berbaur dipastikan tidak akan ada yang terganggu, sekalipun orang yang melakukannya itu sendiri, sebagaimana kamu saksikan sendiri pada setiap hari jum’at, semua orang membaca Al-Quran dengan suara keras, dan pada waktu bersamaan datang orang melakukan shalat tapi tidak merasa terganggu. (Syaikh Ibnu ‘Usaimin dalam Kitab Fatawa Islamiyyah)[44]
قراءة القرآن قراءةً جماعية
يقول السائل ماحكم قراءة القرآن جماعة بصوت واحد وما مدى حقيقة وضع القارئ في هذه الحالة؟
فأجاب رحمه الله تعالى: قراءة القرآن بصوت واحد من جماعة هذا جائز إذا لم يتضمن محظوراً فمن المحظور أن يحصل به تشويش على من حولهم فيمنع عن ذلك)  الشيخ محمد بن صالح العثيمين.[45]
Membaca Al-Quran secara jama’iyyah (suara serentak)
Seorang penanya bertanya:’Bagaimanakah hukumnya membaca Al-Quran berjama’ah dengan suara serentak, dan adakah batas kelakuan pembaca dalam keadaan begini?’ Syaikh menjawab:’Membaca Al-Quran dengan suara serempak berjama’ah dibolehkan selama tidak mengandung larangan. Diantara larangan, mengganggu orang-orang disekelilingnya, maka saat itu dilarang! (Syaikh Muhammad bin shaleh Al-‘Usaimin)[46]
Termaktub dalam Majallah Al-Manar :
وبالتأمل في عموم الآيات والأحاديث السابقة وفيما نقله الألوسي في آية الدعاء تعلم أنه لا وجه للقول بكراهة الجهر بالذكر إذا خلا عن الموانع الشرعية ولم يكن فيه إخلال بشيء من آدابه المعروفة كما أنه لا داعي إلى صرف أحاديث الاجتماع على الذكر والجهر به عن ظاهرها وحملها على خصوص الاجتماع للتفهم والمدارسة احتجاجاً بأن سلف الأمة لا يعهدون خلاف ذلك فإنه لم يثبت أن عمل السلف كان قاصرًا على الإسرار في الدعاء والذكر وعدم الاجتماع لهما بل قد ورد ما يؤخذ منه مشروعية الجهر والاجتماع للذكر خصوصًا إذا توفرت الدواعي على ذلك كما أشرنا إليه )الكتاب مجلة المنار المؤلف محمد رشيد بن علي رضا([47]
Mendalami ayat-ayat dan hadits-hadits di atas (tentang zikir) serta nukilan tafsir ayat doa oleh Al-Alusy,[48] sampailah kepada keyakinan, bahwa tidak ada jalan sekecil apapun untuk memakruhkan mengeraskan suara zikir apabila ternafi larangan-larangan agama, dan tidak pula mengurangi adab-adab doa yang telah dikenal, sebagaimana juga tidak ada da’i (motif=pendorong) untuk mengalihkan ‘dhahiriyyah hadits-hadits berkumpul mengeraskan suara zikir’ lalu memaksakannya hanya kepada ‘berkumpul yang khusus untuk belajar’ hanya dengan argument bahwa ‘salaful-ummah’ (ulama-ulama Salaf) tidak mengenal hal tersebut. Sesungguhnya tidak juga ‘tsabit’, bahwa mereka membatasi merendahkan suara dan berkumpul hanya pada doa dan zikir. Tetapi, sesungguhnya apa yang diambil dari mereka adalah disyari’atkannya mengeraskan suara dan berkumpul untuk zikir secara khusus bila ada pendorong untuk itu, seperti yang telah kami kemukakan sebelumnya.(Majallah Al-Manar karangan Muhammad Rasyid bin ‘Ali Ridha)

PENDAPAT SYAIKH SULAIMAN BIN SAHMAN
وأجاب الشيخ سليمان بن سحمان: قد رأيت ورقة لا أعرف من قالها، ولكن لما كان في نقله ما يشعر بردالنصوص الواردة في الجهر بالذكر حين ينصرف الناس من المكتوبة، وسمى هذه المتروكة تشويشاً على الناس، وجعلها من البدع والمحدثات، فيقال لهذا الجاهل: ليس ما ثبت في الصحيح عن النبي صلى الله عليه وسلم مما سنه رسول الله صلى الله عليه وسلم من الجهر بالذكر بعد المكتوبة تشويشاً على الناس؛ بل هذا القول هو التشويش على الناس والتلبيس عليهم، بل هو من أبطل الباطل وأعظم المنكرات، لأن ذلك دفع في نحر النصوص، ورد لها بالتمويه والسفسطة، والقول بلا علم، وقلب للحقائق؛ فإن هذا القول لا يقوله من في قلبه تعظيم للنصوص وتوقير لها.) الكتاب : الدرر السنية في الكتب النجدية جزء 4
Syaikh Sulaiman bin Sahman menjawab (tentang berjama’ah dan mengeraskan suara zikir): ‘pernah aku lihat selembar warkah yang aku tidak tahu siapa penulisnya (mungkin tidak tercamtum nama penulis). Tetapi ketika melihat nukilan di dalamnya yang menunjukkan menolak nash-nash mengeraskan zikir sesudah orang-orang selesai shalat wajib, dan (sipenulis) menyebut nash ini (mengeraskan suara zikir) mesti ditinggalkan karena dapat mengganggu manusia, sekaligus memasukkannya (nash tadi) dalam ‘bid’ah’ dan ‘mengada-ngada’, maka beliau (syaikh) mengatakan kepada sidungu itu (penulis yang tidak diketahuinya): ‘tidak pernah datang suatu sunnah dari Rasulullah saw, bahwa mengeraskan suara zikir sesudah maktubah dapat mengganggu manusia. Akan tetapi, perkataan (yang tertera dalam warkah) inilah yang sesungguhnya mengacau  manusia dan pemalsuan terhadap mereka. Bahkan inilah sebatil-batilya kebatilan dan sebesar-besarnya kemungkaran…!!! Karena semua perkataan itu memaksa menyembelih nash dan menyangkalnya dengan kepalsuan dan berusaha mengelabui. Semua ocehannya itu tidak dilandasi ilmu sama sekali, tetapi hanya membalik fakta saja! Sesungguhnya perkataan itu tidak akan keluar dari hati orang yang mengagungkan dan menghormati nash! (Kitab Ad-Durar As-Sunniyyah fi kutub An-Najdiyyah juz:4)

ZIKIR DALAM PANDANGAN EMPAT MAZHAB[49]
وجاء فى كتاب الفقه على المذاهب الأربعة " ص 204 ، 205 " :
أن الحنفية قالوا : يكره رفع الصوت بالذكر فى المسجد إن ترتب عليه تشويش على المصلين أو إيقاظ للنائمين وإلا فلا يكره بل قد يكون أفضل إذا ترتب عليه إيقاظ قلب الذاكر وطرد النوم عنه وتنشيط للطاعة 
Dalam kitab ‘Fiqh ‘ala Mazahibul Arba’ah’  hal. 204-205 tertulis:
‘Ulama-ulama Hanafiyyah berpendapat: ‘makruh mengeraskan suara zikir dalam mesjid kalau mengakibatkan mengganggu orang shalat dan membangunkan orang tidur. Bila tidak maka tidak makruh. Bahkan terkadang lebih baik mengeraskan suara kalau bisa berdampak kepada membangunkan hati, menyingkirkan kantuk dan semakin bersemangat untuk ibadah’.
والشافعية قالوا :يكره رفع الصوت بالذكر فى المسجد إن هوش على مصل أو مدرس أو قارئ أو مطالع أو نائم لا يسن إيقاظه  وإلا فلا كراهة
‘Ulama-ulama Syafi’iyyah berkata: ‘makruh mengeraskan suara zikir dalam mesjid bila bisa menimbulkan keributan/kebisingan atas orang  shalat, orang  belajar, pembaca Al-Quran, orang menela’ah kitab dan orang tidur yang tidak boleh dibangunkan. Kalau tidak maka tidak makruh .
والمالكية قالوا : يكره رفع الصوت فى المسجد ولو بالذكر والعلم  واستثنوا من ذلك أموراً أربعة  الأول ما إذا احتاج المدرس إليه لإسماع المتعلمين فلا يكره  الثانى ما إذا أدى الرفع إلى التهويش على مصل فيحرم  الثالث رفع الصوت بالتلبية فى مسجد مكة أو منى فلا يكره ، الرابع رفع صوت المرابط بالتكبير ونحوه فلا يكره
‘Ulama-ulama Malikiyyah berpendapat: ‘mengeraskan suara  dalam mesjid makruh, sekalipun suara zikir dan belajar. Lalu mereka mengecualikan empat perkara;  
1.      Suara guru yang keras untuk memperdengar pelajar, tidak makruh.   
2.      Mengeraskan suara yang berdampak mengganggu orang shalat, haram.
3.      Mengeraskan suara talbiyah dalam mesjid Mekkah dan Mina, tidak makruh.
4.      Mengeraskan suara yang berkaitan dengan takbir, tidak makruh.
والحنابلة قالوا:رفع الصوت بالذكر فى المسجد مباح إلا إذا ترتب عليه تشويش على المصلين وإلا كره . انتهى
‘Ulama-ulama Hanabilah berkata: ‘mengeraskan suara zikir dalam mesjid mubah (diboleh), kecuali berefek mengganggu orang shalat, kalau tidak maka tidak makruh. Habis. (Mazahibul Arba’ah)

PENGERTIAN DAN HAKIKAT ‘TASYWISY’  SERTA HUKUMNYA
والتّشْوِيشُ *!والمشُوَّشُ *!والتَّشَوُّشُ ، كُلُّهَا لَحْنٌ ، ووَهِمَ الجَوْهَرِيُّ ، والصّوابُ التَّهْوِيشُ والمُهَوَّشُ والتَّهَوُّشُ . قُلْت : عِبَارَةُ الجَوْهَرِيّ في ش ي س *!التَّشْويِشُ : التَّخِلْيطُ ، وقَدْ *!تَشَوَّشَ عَلَيْهِ الأَمْرُ
Kalimat ’tasywisy’, ‘musyauwasy’ dan ‘tasyawwusy’ adalah kalimat-kalimat salah, dan hanya dugaan semata dari Al-Jauhary. Yang benar adalah :’tahwisy’, ‘muhawwasy’ dan ’tahawwusy’. Menurut hematku, tulisan Al-Jauhary pada judul ‘syen-ya-sin’: “tasywisy” diartikan ‘mencampur-adukkan’ sehingga bercampur-baurlah suatu perkara.[50](Kitab ‘Tajul ‘Urus min Jawahir Qamus) [51]
والمعتمد أنه إن شوّش كره فقط ولا يحرم الجهر لأن الإيذاء غير محقق كما قاله الشيخ عبد البر)الكتاب : تحفة الحبيب على شرح الخطيب(
Pendapat yang kuat:’bila menimbukan gangguan hanya dimakruhkan saja, bukan haram! Karena mengganggu bukan sesuatu kepastian[52], seperti pendapat Syaikh‘Abdil Barr. (Tuhfatul Habib ‘ala Syarhil Khatib)
ويحرم على كل أحد الجهر في الصلاة وخارجها إن شوش على غيره من نحو مصل أو قارىء أو نائم للضرر ويرجع لقول المتشوش ولو فاسقا لأنه لا يعرف إلا منه )حواشي الشرواني على تحفة المحتاج بشرح المنهاج باب صفة الصلاة(
Haram hukumnya mengeraskan suara bagi setiap orang, baik di dalam atau di luar shalat, bila mengganggu orang lain, misalnya orang shalat, orang baca Al-Quran dan orang tidur, karena memudharatkan orang lain. (Mengganggu-tidaknya) itu dikembalikan kepada perkataan ‘mutasyawwasy’ (orang yang merasa terganggu), walaupun dia seorang fasiq, karena hanya dia saja yang tahu tentang itu. (Hawasyi Syarwany ‘ala Tuhfatul Muhtaj bisyarhil Minhaj Bab sifat shalat).[53]

TERMAKTUB  DALAM  AL-UMM: [54]
( قال الشَّافِعِيُّ ) وَهَذَا من الْمُبَاحِ للامام وَغَيْرِ الْمَأْمُومِ قال وَأَيُّ إمَامٍ ذَكَرَ اللَّهَ بِمَا وَصَفْت جَهْرًا أو سِرًّا أو بِغَيْرِهِ فَحَسَنٌ وَأَخْتَارُ للامام وَالْمَأْمُومِ أَنْ يَذْكُرَا اللَّهَ بَعْدَ الِانْصِرَافِ من الصَّلَاةِ وَيُخْفِيَانِ الذِّكْرَ إلَّا أَنْ يَكُونَ إمَامًا يَجِبُ أَنْ يُتَعَلَّمَ منه فَيَجْهَرَ حتى يَرَى أَنَّهُ قد تُعُلِّمَ منه ثُمَّ يُسِرُّ فإن اللَّهَ عز وجل يقول { وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِك وَلَا تُخَافِتْ بها } يعنى وَاَللَّهُ تَعَالَى أَعْلَمُ الدُّعَاءَ وَلَا تَجْهَرْ تَرْفَعْ وَلَا تُخَافِتْ حتى لَا تُسْمِعَ نَفْسَك وَأَحْسَبُ ما رَوَى بن الزُّبَيْرِ من تَهْلِيلِ النبي صلى اللَّهُ عليه وسلم وما رَوَى بن عَبَّاسٍ من تَكْبِيرِهِ كما رَوَيْنَاهُ
Imam Syafi’i ra berkata: ‘ini (mengeraskan suara zikir) hanya dibolehkan untuk imam, tidak untuk makmum’. Beliau berkata:’bagaimana saja imam hendak berzikir seperti yang aku sifatkan: jihar, sirr dan bentuk lainnya, semuanya dianggap ‘bagus’. Aku ‘memilih’ untuk imam dan makmum agar keduanya berzikir  setelah selasai dari shalat secara sirr kecuali imam yang semestinya orang-orang belajar dari dia, maka boleh mengeraskan suara, sampai melihat orang-orang telah terajari semuanya. Setelah itu, disirrkan kembali, sesuai dengan firman : ‘jangan kamu keraskan suara doa dan jangan kamu rendahkan’, artinya, wallahu a’lam, aku meyakini ayat berbicara tentang ‘doa’, kalimat: ‘jangan kamu keraskan’, artinya, jangan kamu keraskan sekali’  dan ‘jangan kamu rendahkan sehingga tidak terdengar diri kamu sendiri’. Aku merasa sudah cukup dengan hadits riwayat Ibnu Zubair tentang tahlil Rasulullah saw dan riwayat Ibnu ‘Abbas tentang takbir beliau, seperti hadits-hadits yang telah kami riwayat sebelumnya. (Al-Umm hal.143-144 bab ‘kalam imam’ juz 1)

KESIMPULAN

Setelah hampir seharian, dari pukul sembilan pagi hingga menjelang shalat ‘ashar, kami (para jama’ah pengajian, alumni dan lainnya) berkutat, meneliti, muthala’ah dan membolak-balik lembaran referensi, baik kitab-kitab digital: Maktabah Syamilah dan Maktabah Kubra dalam fasilitas laptop maupun pustaka manual yang tersedia, mengadu argumentasi, membandingkan berbagai pendapat dan fatwa ulama-ulama terdahulu dan dipandu dan diarahkan langsung oleh guru kami, Tgk H. Mustafa H. Ahmad, akhirnya sampailah kami kepada kesimpulan:

1.      Zikir adalah suatu ibadah yang sangat dianjurkan oleh syara’.

2.      Berzikir sendiri-sendiri atau berjama’ah adalah maklum dari hadits-hadits Rasulullah saw.

3.      Merendahkan suara zikir (sirr) dan mengeraskannya (jihar), keduanya sama-sama afdhal menurut kondisi dan pribadi masing-masing.

4.      Mengeraskan suara zikir berjama’ah, baik ta’lim[55] atau bukan, dianggap mustahsan[56] dan maklum dari hadits-hadits  Rasulullah saw.

5.      Mengeraskan suara zikir sesudah maktubah adalah maklum pada masa Rasulullah saw.

6.      Lebih afdhal mengeraskan suara zikir, baik di mesjid atau tempat lainnya, selama tidak mengganggu (tasywisy) mushalli atau orang tidur yang sunat dibangunkan atau orang belajar dan muthala’ah ilmu.

7.      Haram mengeraskan suara zikir di mesjid atau  tempat lainnya bila mengganggu orang-orang tersebut pada poin (6).

8.      Tasywisy (mengganggu) adalah mengacaukan bacaan dan/atau membuat mengikuti bacaan-bacaan zikir.

9.      Diketahui adanya tasywiys adalah dari pemberitahuan sendiri orang-orang yang merasa terganggu (mutasyawwasy).






















KITAB-KITAB MUTHALA’AH

As-Sayuthi, Jalaluddin Abdurrahamn bin Abu Bakar, Al-Hawi lil   Fatawa,  Maktabah Syamilah

Al-Haitamy, Ibnu Hajar Ahmad bin Muhammad bin ‘Ali As-Sa’dy Al-Anshary    
                  Syihabuddin Syaikh Islam Abu ‘Abbas, Fatawa Kubra, Maktabah Syamilah.

-----------, Fatawa Haditsiyyah, Maktabah Syamilah.

            Asy-Syafi’i, Muhammad bin Idris bin ‘Utsman bin Syafi’, Al-Umm hal.143-144 bab ‘kalam                               
                              imam’   juz 1,cet.1, th.1430 H, Bairut Libanon. 

             At-Turmusy , ‘Allamah Asy-Syaikh Muhammad Mahfudl bin Abdullah, Muhibatu Zilfadhl’
                              Mesir hal.214 Bab ‘Sifat Shalat’ juz 2, cet— th1326 H, Al-‘Amirah Asy-
                               Syarfiyyah,
   
             Al-Bukhary, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah, Shahih
                              Bukhary,Maktabah Syamilah.

             Muslem, bin Al-Hajjaj Abu Hasan Al-Qusyairy An-Naisabury, Shahih Muslem, Maktabah
                              Syamilah

             Bin Wahab, Muhammad dan ulama-ulama An-Najdy, Ad-Durar As-Sunniyyah fi kutub
          An-     Najdiyyah juz:4, Maktabah Syamilah.

Ar-Razy, Muhammad bin Abu Bakar bin ‘Abdul Qadir, ‘Mukhtar Shihah’, Maktabah Libanon Nasyirun, Bairut, Maktabah Syamilah.

Al-Mishry, Muhammad bin Mukram bin Mandlur Al-Ifriqiyyah,   ‘Lisanul ‘Arab’ , Dar,Shadir Bairut, Maktabah Syamilah.

Al-Jaziry, Abdurrahman, Al-Fiqh ‘ala Mazahibul Arba’ah, Maktabah Syamilah.
Asy-Syarwany, Abdul Hamid, (Hawasyi Syarwany ‘ala Tuhfatul Muhtaj bisyarhil Minhaj
Bab sifat shalat, Darul Fikri, Bairut, Maktabah Syamilah.
Ridha, Muhammad Rasyid bin ‘Ali, Majallah Al-Manar, Maktabah Syamilah.

Ad-Damsyiqy, Abul Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir Al-Qarsyiy, Tafsir Al-Quran Al
-‘Adlim Maktabah Syamilah.
Al-Alusy, Syihabuddin Mahmud bin Abdullah Al-Husainy, Ar-Ruhul Ma’any, Maktabah
Syamilah
Jum’ah, ‘Ali, Al-Bayan lima Yasygilul Azdhan, kitab pdf.


[1] Definisi zikir dan jama’ah:                                                                                                                                                                   
َالذكر تارة يراد به هيئة للنفس بها يمكن الإنسان أن يحفظ ما يقتنيه من المعرفة وهو كالحفظ لكن الحفظ يقال اعتبارا بإحرازه والذكر اعتبارا باستحضاره وتارة يقال لحضور الشيء في القلب أو القول ولذلك قيل الذكر ذكران ذكر بالقلب وذكر باللسان وكل منهما ضربان ذكر عن نسيان وذكر لا عن نسيان بل عن إدامة الحفظ وكل قول يقال له ذكر )الكتاب : التوقيف على مهمات التعاريف المؤلف : محمد عبد الرؤوف المناوي(
( الجماعة ) العدد الكثير من الناس و الشجر و النبات و طائفة من الناس يجمعها غرض واحد) الكتاب المعجم الوسيط المؤلف: إبراهيم مصطفى ـ أحمد الزيات ـ حامد عبد القادر ـ محمد النجار(
الذكرعند الشافعية: هو ما مدلوله الثناء على الله وهو ما وضعه الشارع ليتعبد به. (الكتاب القاموس الفقهي لغة واصطلاحا المؤلف :سعدي أبو جيب)
[2] ‘iqd dan halq punya makna yang sama=lingkaran.
[3] Mala’ diartikan jama’ah
[4] Pejalan-pejalan malam
[5] Tahill dan taqif diterjemahkan ‘singgah’
[6] Keduanya fi’il amar=berpagi-pagilah dan berpetang-petanglah.
[7] Diartikan ‘mencari’
[8] Pulang cepat
[9] Haffat diartikan ‘mengelilingi’
[10] Membanggakan mereka.
[11] Maksudnya, ‘kegilaan’ hanya mungkin ditabalkan pada orang yang berzikir secara jihar.
[12] QS: Maryam:89-90.(berkaitan dengan perkataan orang kafir yang mengatakan Allah swt punya anak).
[13] Ada tiga makna ‘al-awwah’: banyak mengadu, banyak berdoa dan penyanyang.
[14] QS;AL-Kahfi:28
[15] Hadits ini mengandung kemungkinan dua: Ibnu ‘Abbas boleh jadi masih kecil sehingga selalu berada dirumah,   atau di shaff   paling belakang sehingga baru tahu shalat telah usai dengan suara zikir di depan, dua-duanya menunjukkan suara zikir yang begitu keras.
[16] ‘naadaa’ menunjukkan suara nyaring sekali seperti memanggil nama orang dalam keramaian.
[17] Bulan Dzul Hijjah
[18] HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan Abu Ya’la.
[19] Ketika ada nash yang menerangkan anjuran sedekah sirr, tidak dapat diartikan bahwa jihar adalah haram.
[20] Kompromi=mengupayakan jalan tengah agar begitu banyak hadits bisa diamalkan semuanya, dengan tidak mengesampingkan salah satunya, karena semuanya telah ‘tsabit’ sebagai sabda Rasul saw.
[21] Diartikan :bosan
[22] Diartikan :penat atau lelah
[23] QS:Al-A’raf:205
[24] Hadits di bawah ini menafsirkan ayat di atas:
وروي أن أبا بكر إذا صلى خفض صوته وإن عمر كان إذا صلى رفع صوته فقال النبي ص لأبي بكر لم تفعل هذا قال أناجي ربي وقد علم حاجتي فقال النبي ص أحسنت وقال لعمر لم تفعل هذا فقال أوقظ النومان وأطرد الشيطان فقال أحسنت فلما نزل ولا تجهر بصلاتك الآية قال لأبي بكر ارفع شيئا وقال لعمر اخفض شيئا أخرجه الترمذي
[25] Diturunkan di Mekkah, dimana kaum muslimin masih sedikit dan masih berbaur dengan musyrikin.
[26] QS:Al-Isra’:110.
[27] QS:Al-An’am:108.
[28] Ibnu Katsir menulis dalam tafsirnya seperti berikut ini:
وقد يكون المراد من هذه الآية كما في قوله تعالى: { وَلا تَجْهَرْ بِصَلاتِكَ وَلا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلا } [الإسراء:110] فإن المشركين كانوا إذا سمعوا القرآن سبوه، وسبوا من أنزله، و[سبوا]  من جاء به؛ فأمره الله تعالى ألا يجهر به، لئلا ينال منه المشركون، ولا يخافت به عن أصحابه فلا يسمعهم، وليتخذ سبيلا بين الجهر والإسرار. وكذا قال في هذه الآية الكريمة: { وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ وَلا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ }
[29] Diartikan: kecendrungan.                                                                                                                                                                    
[30] Diartikan: menganggur
[31] QS:Al-A’raf:204
[32] Hadits ini mendukung hadits di atas:
وروى الزهري عن عروة عن عائشة قالت سمع النبي ص صوت أبي موسى فقال لقد أوتي أبو موسى مزمارا        من مزامير آل داود فهذا يدل على أن رفع الصوت لم ينكره النبي ص - وروى عبدالرحمن بن عوسجة عن     البراء قال قال رسول الله ص زينوا القرآن بأصواتكم وروى حماد عن إبراهيم عن عمر بن الخطاب أنه كان        يقول حسنوا أصواتكم بالقرآن وروى ابن جريج عن طاوس قال سئل رسول الله ص  من أحسن الناس قراءة قال الذي إذا سمعت قراءته رأيت أنه يخشى الله( الكتاب:أحكام القرآن المؤلف:أحمد بن علي الرازي الجصاص أبو بكر)
[33] Karena lahiriyah ayat memang menunjukkan ke sana, khithab untuk Nabi saw.
[34] QS:Al-A’raf:55.
[35] Lihat Tafsir Thabary berikut ini:
عن علقمة، عن أبي مجلز:"ادعوا ربكم تضرعًا وخفية إنه لا يحب المعتدين" ، قال: لا يسأل منازلَ الأنبياء عليهم السلام
    Lihat pula Tafsir Ibnu Katsir
                                                                 وقال أبو مِجْلِز: { إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ } لا يسأل  منازل الأنبياء
    Kedua kitab Tafsir di atas tidak menafsirkan ‘melampaui batas’ dengan ‘mengeraskan suara doa’.
[36] Hadits ini menunjukkan makna ‘melampaui’ dalam ayat, yaitu ‘membatasi karunia Allah kepada kita’.
[37] Ini diketahui tidak lain selain beliau selalu mengeraskan suara zikir.                   
[38] Dengan keutamaan zikir  yang begitu besar tidak masuk akal seorang sahabat melarang berzikir.
[39] Lihat hal.167-168 juz 1.
[40] Lihat kitab ‘Al-Bayan lima Yasygilul Azdhan’ hal.169-170 juz 1.
[41] Hampir senada tertulis dalam kitab ‘Bughyah Mustarsyidin’ pada Bab Muqaddimah Muallif:
فائدة : جماعة يقرأون القرآن في المسجد جهراً ، وينتفع بقراءتهم أناس ، ويتشوّش آخرون ، فإن كانت المصلحة أكثر من المفسدة فالقراءة أفضل ، وإن كانت بالعكس كرهت اهـ فتاوى النووي.

                                                                                                                                                                        
[42] Lihat kitab: ‘Fatawa Islamiyyah’ li ashhab fadhilah al-‘u’ama’
[43] ‘Usaimin juga berkata:
ولكن ينبغي للإنسان إذا فعل هذا ألا يجهد نفسه ولا يشق عليها ولا يرفع صوته رفعا بالغا،(الكتاب : شرح رياض الصالحين المؤلف : محمد بن صالح بن محمد العثيمين (المتوفى : 1421هـ)
[44] Lihat kitab: ‘Fatawa Islamiyyah’ li ashhab fadhilah al-‘u’ama’
[45] Fatwa ini juga didukung hadits berikut ini:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ وَزَادَ غَيْرُهُ يَجْهَرُ بِهِ )بَاب قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى وَأَسِرُّوا قَوْلَكُمْ أَوْ اجْهَرُوا بِهِ كِتَاب التَّوْحِيدِ صحيح البخاري(
[46] Lihat kitab ‘Fatawa Nur ‘Alad-darb’
[47] Lihat juga penafsiran Al-Alusy berikut ini:
(اربعوا الذي بمعنى ارفقوا ولا تجهدوا أنفسكم مراد به النهى عن المبالغة في رفع الصوت)( الكتاب : روح المعاني في تفسير القرآن العظيم والسبع المثاني المؤلف : محمود الألوسي أبو الفضل)
[48] Lihat juga Tafsir Ibnu Katsir berikut:
وقال أبو مِجْلِز: { إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ } لا يسأل  منازل الأنبياء
[49] Seperti tertulis dalam ‘Fatawa al-Azhar’
[50] Seperti bacaan mushalli terpengaruh mengikuti bacaan zikir yang dikeraskan.
[51] Lihat juga berikut ini:                                                                        التشويشُ التخليط وقد تَشَوَّشَ عليه الأمر [ مختار الصحاح الرازي]
     Lihat pula ‘Lisanul ‘Arab:
وأَما التَّشْوِيشُ فقال أَبو منصور إِنه لا أَصل له في العربية وإِنه من كلام المولدين وأَصله التَّهْوِيش وهو التَخْلِيطُ وقال الجوهري في ترجمة شيش التَّشْوِيش التَّخْلِيطُ وقد تَشَوّش عليه الأَمْرُ [ لسان العرب - ابن منظور ]
[52] Sehingga tidak mungkin diberikan hukuman maksimal: haram.
[53] Hal serupa tertulis dalam Kitab ‘Muhibatu Zilfadhl’ hal.214 Bab ‘Sifat Shalat’ juz 2.
    Termaktub dalam ‘Manhaj Qawim’:
( ويحرم ) على كل أحد ( الجهر ) في الصلاة وخارجها ( إن شوش على غيره ) من نحو مصل أو قارىء أو نائم للضرر ويرجع  لقول المتشوش ولو فاسقا لأنه لا يعرف إلا منه
[54] Menela’ah Al-Umm pada bab: ‘kalam imam’ kita menemukan kenyataan, bahwa Imam Syafi’I ra membicarakan zikir khusus dalam kontek ‘sesudah shalat’, tidak menyentuh kontek selainnya. Pembahasan beliau tentang dibolehkan mengeraskan suara zikir bagi imam dalam rangka pembelajaran, juga tidak dikaitkan ‘apakah mengganggu orang shalat atau tidak’, ‘zikir berjama’ah atau bukan’, majelis-majelis yang dikhususkan untuk zikir atau bukan’, ‘takbir hari raya yang disunatkan dengan suara tinggi sesudah shalat atau bukan’. Semuanya begitu mutlak dan umum! Setelah masa beliau, datanglah Asy-Syafi’iyyah seperti Imam Thabary,Imam Ghazaly, Imam Nawawi, Imam Rafi’i. Imam Sayuthi, Imam Ibnu Hajar ‘Asqalany, Imam Ibnu Hajar Haitamy, dll. menafsirkan kemutlakan dan keumuman kata-kata beliau, dibahas panjang lebar persoalan-persoalan yang belum terinci dengan jelas, dipertempatkan masalah-masalah yang terasa saling bertentangan. Karena beliau-beliau yakin, bahwa pendapat Imam Syafi’I tidak mungkin mengingkari hadits-hadits shahih. Akhirnya, tersimpullah hukum-hukum yang lebih terperinci dalam kitab-kitab mereka, seperti yang kita baca sendiri. Mereka adalah orang-orang yang punya kapasitas untuk membangun mazhab sendiri, nyatanya mereka tetap setia bermazhab Syafi’i. Seluruh hidup mereka diserahkan untuk bermazhab dan meneliti kitab-kitab Imam mereka. Mereka lebih tahu tentang maksud nash Imam mazhab daripada orang di luar mazhab, dan mustahil mereka berfatwa diluar kontek mazhab kalau tidak terpaksa. Wallahu a’lam.
[55] Bersifat mengajari jama’ah.
[56] Perkara-perkara yang dianggap punya kemeslihatan.


HUKUM ZIKIR SIRR, JIHAR DAN BERJAMA’AH SERTA DALIL-DALILNYA HUKUM ZIKIR SIRR, JIHAR DAN BERJAMA’AH SERTA DALIL-DALILNYA Reviewed by BLACKFL4G on 23:16 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.